Senin, 12 Mei 2014

Mencintai = Melepaskan, Benarkah?





Belakangan ini saya jadi sering memperhatikan berita tentang perceraian selebritis di televisi. Sebenarnya saya bukan tipe orang yang suka nonton tivi, apalagi untuk acara yang nggak penting-penting banget. Berhubung sekarang saya full time di rumah dan itu tivi mode on dari bedug subuh ampe lewat isya, ya mau nggak mau mata dan kuping saya ikut mencerna apa yang ditonton sama orang-orang rumah yang (mungkin) hobinya nonton tivi.

Saya cukup terperangah mendengar berita perceraian salah satu chef cantik baru-baru ini. Yang membuat saya tak habis pikir adalah statement yang dia keluarkan mengenai perceraiannya. Dengan alasan hubungan yang sudah seperti kakak adik (tapi masih mencintai *katanya) maka dia merasa akan lebih bahagia jika melanjutkan hidup sendiri-sendiri saja.  

Saya sempat tercenung dengan ucapan chef cantik tersebut. Dia masih mencintai suaminya, bahkan menyatakan kalau hubungannya sudah bermutasi seperti kakak dan adik. Saya sempat mengambil kesimpulan berarti cinta yang dia rasakan terhadap suaminya sudah menjadi cinta platonik dong? Lalu … dia melepaskan ikatan pernikahannya dengan kondisi masih mencintai. Wow … trus apa kabar dong ya dengan perceraian orang-orang yang saling menyakiti dan sudah saling membenci yang pasti tak ada rasa cinta lagi di antara mereka.

Tapi saya cukup salut dengan keputusan yang diambil chef cantik tersebut. Setidaknya dia berani menjadi diri sendiri, tidak munafik, tidak berpura-pura dan memaksakan diri menjalani kehidupan rumah tangga yang penuh dengan kamuflase. Kita tidak pernah tahu ada permasalahan apa di antara mereka sehingga mengambil  keputusan berpisah sebagai jalan terbaik. Yang pasti orang seperti chef cantik itu bukan tipe yang suka memakai topeng dan bersandiwara dengan kehidupannya. 

Ada sisi negatif dan positif yang bisa kita ambil dari kisah perceraian chef cantik tersebut. Mungkin saja ada orang ketiga dalam rumah tangga mereka (mungkin lhooo … ) Tapi dengan perceraian pastinya tidak akan terjadi yang namanya perselingkuhan. Dan mereka bisa menata kehidupan ke depannya dengan tenang. Tidak seperti kisah perceraian pengacara yang suka cari sensasi itu. Dramatis dan sinetron banget kisahnya, bikin geleng kepala.

Ada yang bilang hidup itu harus memilih, ada juga yang bilang justru pilihan yang maksa kita buat ngikutin dia. Tapi yang pasti jika kita tidak bisa memilih dan tidak mungkin juga menjalani hidup dengan orang yang sebenarnya ingin kita pilih, berarti kita terpaksa menjalani kehidupan dengan bertahan dalam kondisi yang mungkin sudah tidak membuat kita nyaman. Dan yang terjadi? Pelarian!

Tidak banyak orang yang berani berspekulasi dan bertahan dengan pernikahan yang tidak bahagia. Dalam kondisi seperti itu, mereka yang tak bisa membohongi diri sendiri biasanya memutuskan melepaskan diri dari ikatan pernikahan adalah jalan terbaik. Tapi satu hal yang kadang masih menjadi pertanyaan saya adalah apakah benar jika sungguh mencintai maka akan ikhlas melepaskan?

Bukankah istilah cinta tak harus saling memiliki itu adalah cinta yang penuh dengan penderitaan? Siapa sih yang mau hidup menderita? Cinta itu ya harus memiliki kalo kata Om Mario Teguh sih. Kalo nggak memiliki berarti patah hati dong. Dan istilah mencintai berarti rela melepaskan apakah tidak akan terjadi kisah cinta yang tak pernah selesai nantinya? 

Whatever-lah … cuma pengin ngeluarin unek-unek aja sih sebenarnya, haha … *abaikan.

8 komentar:

  1. Saya setuju banged tuh statement, hidup itu harus memilih, ada juga yang bilang justru pilihan yang maksa kita buat ngikutin dia,,,,Bahkan pilihannya si Chef itu pun dari keadaan yg melekat pada hidupnya...pokoknya serba terikat,,

    Sedangkan, bagaimana cara dia bernapas lebih lega,,,,mengkondisikan dirnya untuk 'Breath more comfort' tuh dgn mencintai yg ngasih kebaikan ato keterpaksaan itu juga pilihan....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya ... intinya memang harus milih ya, hehe.

      Hapus
  2. Mel,. Suka banget deh aku sama tulisanmu yg ini. Cinta tak harus memiliki.. hem, mudah ngomongnya, tapi sulit melaksanakannya. Ya kan? ;)

    BalasHapus
  3. hlo... cinta itu jangkauannya seberapa? saya rasa daya jangkau cinta di atas terlalu sempit. bagi saya cinta itu luas maknanya

    BalasHapus
  4. cinta deritanya tiada akhir.

    BalasHapus