Sabtu, 12 Maret 2016

Gerhana



            Ini bukan tentang Gerhana Matahari yang terjadi baru-baru ini, tapi tentang aku yang penggila benda-benda langit yang bernama Matahari, Bulan, Bintang, Bumi dan Langit sebagai penopangnya. Mungkin hanya kebetulan saja jika itu semua kukaitkan dengan tulisan-tulisanku yang didominasi oleh benda-benda langit tersebut. Anehnya, semua kisah yang kutulis tentang benda langit mempunyai kisah yang berkesinambungan satu sama lain.
            Apapun yang kuceritakan tentang Matahari, Bulan, Bintang dan Bumi selalu menghasilkan sebuah kisah tragis yang mengandung filosofis tak jauh dari realitanya. Contohnya seperti dalam cerpen; Matahari Bukan Jodohmu, Bulan! Cerpen surealis pertamaku yang menurutku isinya terlalu absurd untuk sebuah karya sastra. Tapi mungkin cerpen itu sudah ditakdirkan untuk bertemu jodohnya di sebuah buku antologi; Rentak Kuda Manggani terbitan Diva Press. Buku kumpulan cerpen hasil kompetisi menulis cerpen dengan tema Bangun Cinta yang diselenggarakan oleh grup menulis Titik Temu.


            Baru sadar, ternyata aku pun pernah mengikuti sebuah tantangan Fiksi Mini yang diselenggarakan oleh Indiva. Masih tentang Matahari dan Bulan, entah mengapa aku selalu antusias jika menuliskan tentang itu. Sayangnya, ide menuliskan judul benda-benda langit itu sudah keduluan ditulis oleh Tere Liye. Jadi aku cuma bisa menertawakan keterlambatanku dalam berproses menghasilkan karya tulis yang mungkin idenya sudah pasaran sekali.



            Masih tentang Matahari, Bulan dan Bintang juga Bumi. Menurutku keempat benda langit ini memiliki filosofi yang kisahnya memang ada dalam kehidupan nyata. Kisah cintanya tak jauh beda dengan realita perputaran benda-benda langit tersebut. Filosofisnya pun sama. Itulah sebabnya aku selalu percaya bahwa yang namanya kebetulan itu tak pernah ada. Tuhan sudah mengatur semuanya. Kisah yang tertulis oleh tanganku mungkin hanyalah bagian dari yang namanya kebetulan. Namun sebuah kebetulan yang nyata. Sayangnya aku hanya mampu menjadi Tuhan bagi tulisan-tulisanku, tidak untuk takdirku. Itulah mengapa aku menulis, dengan menulis aku mampu menghibur diri atas realita yang  notabene tak sesuai mimpi. Aku mampu memutar balikkan harapan dan kenyataan. Aku berkuasa atas cerita yang tak sesuai realita. Aku mampu menghadirkan Gerhana pada waktu yang tak disangka-sangka. Dan mampu menyampaikan sesuatu yang sulit untuk diungkapkan lewat ucapan.
            Tapi sayang, sepertinya Bulan tak mengharapkan Gerhana lagi. Bulan sudah ikhlas dengan takdirnya yang tertulis tak akan berjodoh dengan Matahari. Bulan bersyukur ada Bintang yang dihadirkan Tuhan untuknya. Walaupun tak mampu memberinya cahaya untuk bersinar, tapi Bulan bahagia karena Bintang selalu nyata ada untuknya, memberi semangat dan selalu ada bila Bulan membutuhkan kehadiran pasangan. Bintang memang terkadang menghilang, tapi selalu ada saat Bulan membutuhkan. Itulah yang diinginkan Bulan, sosok seperti Bintang. Bukan Matahari yang membuat Bulan menjadi pesakitan sejati. Bulan yakin, ia tak mengharapkan Gerhana lagi.

2 komentar:

  1. Kupikir ini tadi mau cerita soal Gerhana matahari kemaren. Wkwk..

    Aaakk, ya ampun!! Isi tulisanmu bermakna banget, Mel. Aku suka di kata yang menyebutkan kalo si Bintang tetap ada untuk si Bulan tiap saat Bulan membutuhkan, walopun si Bulan mendapatkan sinarnya dari Matahari.

    http://tulisandarihatikecilku.blogspot.co.id

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ketipu judul nih yeeeee :P

      Kisah Bulan Bintang Matahari emang emejing yaaa, tapi sayang ... tragis... hiks.

      Hapus