Ini bukan tentang Gerhana Matahari yang terjadi baru-baru
ini, tapi tentang aku yang penggila benda-benda langit yang bernama Matahari,
Bulan, Bintang, Bumi dan Langit sebagai penopangnya. Mungkin hanya kebetulan
saja jika itu semua kukaitkan dengan tulisan-tulisanku yang didominasi oleh
benda-benda langit tersebut. Anehnya, semua kisah yang kutulis tentang benda
langit mempunyai kisah yang berkesinambungan satu sama lain.
Apapun yang kuceritakan tentang Matahari, Bulan, Bintang
dan Bumi selalu menghasilkan sebuah kisah tragis yang mengandung filosofis tak
jauh dari realitanya. Contohnya seperti dalam cerpen; Matahari Bukan Jodohmu, Bulan! Cerpen surealis pertamaku yang
menurutku isinya terlalu absurd untuk sebuah karya sastra. Tapi mungkin cerpen
itu sudah ditakdirkan untuk bertemu jodohnya di sebuah buku antologi; Rentak Kuda Manggani terbitan Diva
Press. Buku kumpulan cerpen hasil kompetisi menulis cerpen dengan tema Bangun
Cinta yang diselenggarakan oleh grup menulis Titik Temu.
Baru sadar, ternyata aku pun pernah mengikuti sebuah
tantangan Fiksi Mini yang diselenggarakan oleh Indiva. Masih tentang Matahari
dan Bulan, entah mengapa aku selalu antusias jika menuliskan tentang itu.
Sayangnya, ide menuliskan judul benda-benda langit itu sudah keduluan ditulis
oleh Tere Liye. Jadi aku cuma bisa menertawakan keterlambatanku dalam berproses
menghasilkan karya tulis yang mungkin idenya sudah pasaran sekali.
Masih tentang Matahari, Bulan dan Bintang juga Bumi.
Menurutku keempat benda langit ini memiliki filosofi yang kisahnya memang ada dalam kehidupan nyata. Kisah
cintanya tak jauh beda dengan realita perputaran benda-benda langit tersebut.
Filosofisnya pun sama. Itulah sebabnya aku selalu percaya bahwa yang namanya
kebetulan itu tak pernah ada. Tuhan sudah mengatur semuanya. Kisah yang
tertulis oleh tanganku mungkin hanyalah bagian dari yang namanya kebetulan.
Namun sebuah kebetulan yang nyata. Sayangnya aku hanya mampu menjadi Tuhan bagi
tulisan-tulisanku, tidak untuk takdirku. Itulah mengapa aku menulis, dengan
menulis aku mampu menghibur diri atas realita yang notabene tak sesuai mimpi. Aku mampu memutar
balikkan harapan dan kenyataan. Aku berkuasa atas cerita yang tak sesuai
realita. Aku mampu menghadirkan Gerhana pada waktu yang tak disangka-sangka. Dan mampu menyampaikan sesuatu yang sulit untuk diungkapkan lewat ucapan.
Tapi sayang, sepertinya Bulan tak mengharapkan Gerhana
lagi. Bulan sudah ikhlas dengan takdirnya yang tertulis tak akan berjodoh
dengan Matahari. Bulan bersyukur ada Bintang yang dihadirkan Tuhan untuknya.
Walaupun tak mampu memberinya cahaya untuk bersinar, tapi Bulan bahagia karena
Bintang selalu nyata ada untuknya, memberi semangat dan selalu ada bila Bulan membutuhkan kehadiran pasangan. Bintang memang terkadang menghilang, tapi
selalu ada saat Bulan membutuhkan. Itulah yang diinginkan Bulan, sosok seperti
Bintang. Bukan Matahari yang membuat Bulan menjadi pesakitan sejati. Bulan
yakin, ia tak mengharapkan Gerhana lagi.
Kupikir ini tadi mau cerita soal Gerhana matahari kemaren. Wkwk..
BalasHapusAaakk, ya ampun!! Isi tulisanmu bermakna banget, Mel. Aku suka di kata yang menyebutkan kalo si Bintang tetap ada untuk si Bulan tiap saat Bulan membutuhkan, walopun si Bulan mendapatkan sinarnya dari Matahari.
http://tulisandarihatikecilku.blogspot.co.id
Ketipu judul nih yeeeee :P
HapusKisah Bulan Bintang Matahari emang emejing yaaa, tapi sayang ... tragis... hiks.