Kurasa itulah yang membedakan senja dengan 'semua hal yang ada di
dunia ini'. Amatlah mudah berpisah dengan sesuatu yang kautahu akan kembali
lagi keesokan harinya. Tetapi di dunia nyata, setiap hal yang kaulepaskan akan
pergi darimu tanpa pernah kembali lagi.
*Novel Semusim, dan Semusim lagi by Andina Dwifatma (hal 42)
*Novel Semusim, dan Semusim lagi by Andina Dwifatma (hal 42)
Bahagia dan hampa! Dua
hal yang saya rasakan di novel ini, persis seperti perasaan saya saat ini
…. #halah
Bagaimana bisa, perasaan
bahagia masih terselip ‘hampa’ di dalamnya. Adakah yang bisa mengartikannya?
Ini bukan tentang
novelnya Andina Dwifatma yang memenangkan sayembara novel DKJ 2012. Tapi
tentang sebuah perasaan yang mengambang dan tak menemukan muara yang tepat
sebagai ending sebuah perjalanan.
Hanya saja, saya menyukai beberapa kalimat di dalam novel ini.
Kehilangan … ketulusan
… berusaha ikhlas melepaskan dan berjuang membujuk hati untuk selalu jujur dan
berdamai dengan pikiran dan logika. Apa lagi yang lebih sulit daripada harus
menjalani itu semua?
Satu hal yang dapat
menghibur diri hanyalah berbagai prosa dan filsuf yang dapat menenangkan hati.
Semoga semusim yang akan datang, pencerahan diri akan lebih matang dan lebih
siap untuk segala kemungkinan terburuk dalam hidup. #Huft! Absurd
"Aku merasa
semusim paling berat dalam hidupku telah terlewati, dan aku siap untuk musim
selanjutnya. Lalu mungkin semusim, dan semusim lagi. Untuk pertama kalinya
dalam hidupku, aku benar-benar bahagia."
Sebuah catatan yang mencerahkan hati...
BalasHapusNice post... :)
tengkyuuuu :)
Hapus